Pada
seorang wanita yang Kau pilih untuk menjagaku,
Engkau memberinya segumpal daging yang kian lama membentuk sebuah tubuh,
lalu, Engkau tiupkan ruh ini ke dalam tubuhku sejak aku dalam kandungan..
Engkau memberinya segumpal daging yang kian lama membentuk sebuah tubuh,
lalu, Engkau tiupkan ruh ini ke dalam tubuhku sejak aku dalam kandungan..
Setelah
9 bulan lamanya, aku lahir ke dunia ini dengan jerit tangisku dengan genggaman
tanganku yang keras.
seraya dalam hati “aku ada dimana? Aku butuh perlindungan, ya Allah”
sesaat itu pula, ku merasakan sesosok bidadari yang tersenyum di samping sedang memelukku dengan hangatnya. “ya Allah, apakah ini bidadari yang Kau kirimkan untuk menjagaku ketika ku tersesat dalam luasnya dunia, ketika ku ketakutan dalam kerasnya dunia, ketika ku mencari tempat berlindung untuk mencurahkan isi hatiku dalam suka ataupun duka? Sungguh, bidadari ini sangatlah cantik ya Allah, hatinya begitu lembut, hingga aku dapat merasakannya ketika ia menangis tersenyum sambil memelukku. Terima kasih ya Allah atas pemberianMu ini. Aku akan memanggilnya dengan sebutan Ibu. Lalu, di sampingku ada sosok pria yang sedang tersenyum melihatku. Dengan tubuhnya yang gagah, ia mencoba menggendongku di peluknya. Ya Allah, aku merasa tenang jika sedang dalam pelukannya ini. Terima kasih atas semuanya ya Allah. aku pun akan memanggilnya dengan sebutan Ayah.”
seraya dalam hati “aku ada dimana? Aku butuh perlindungan, ya Allah”
sesaat itu pula, ku merasakan sesosok bidadari yang tersenyum di samping sedang memelukku dengan hangatnya. “ya Allah, apakah ini bidadari yang Kau kirimkan untuk menjagaku ketika ku tersesat dalam luasnya dunia, ketika ku ketakutan dalam kerasnya dunia, ketika ku mencari tempat berlindung untuk mencurahkan isi hatiku dalam suka ataupun duka? Sungguh, bidadari ini sangatlah cantik ya Allah, hatinya begitu lembut, hingga aku dapat merasakannya ketika ia menangis tersenyum sambil memelukku. Terima kasih ya Allah atas pemberianMu ini. Aku akan memanggilnya dengan sebutan Ibu. Lalu, di sampingku ada sosok pria yang sedang tersenyum melihatku. Dengan tubuhnya yang gagah, ia mencoba menggendongku di peluknya. Ya Allah, aku merasa tenang jika sedang dalam pelukannya ini. Terima kasih atas semuanya ya Allah. aku pun akan memanggilnya dengan sebutan Ayah.”
Hari
demi hari, bulan demi bulan, tahun demi tahun, ku dapat melihat indahnya dunia
dan kasih sayangnya sebuah keluarga, terutama Ibu. Ia yang selalu mengorbankan
dirinya demi aku, demi sesuap nasi dan susu, ia berkorban bekerja siang dan
malam, tentu saja Ayah pun tak pernah letih membanting tulang demi aku,
anaknya. Tetapi, dengan sibuknya mereka bekerja, mereka pun tak pernah
melupakan aku. Aku tak pernah kekurangan kasih sayang yang mereka berikan
padaku. Mereka tak luput memberikan aku nasihat-nasihat jika aku salah dalam
perilaku yang kulakukan.
Perlahan
tubuhku berkembang, tentu saja dengan berkembangnya tubuhku, sifat dan sikap
ini mulai terlihat. Pendiam, kuper, sensitif, lemah, kurang pintar, selalu
mengalah, dan tak bisa bergaul dengan yang lain. Tetapi Ibu yang sudah mengerti
sifatku, ia tak hentinya memberiku semangat. Dengan wajahnya yang tersenyum, ia
terus berusaha agar aku harus ceria, bisa bergaul dengan teman lainnya, tegar, kuat,
dan tak putus asa. Aku tak henti-hentinya mengucap Hamdallah, beterima kasih
pada Engkau, ya Allah.
Kini,
aku sudah menginjak dewasa dan sedang merantau ke kota orang untuk pendidikan
kuliahku. Tetapi, sifatku yang dahulu masih tetap sama, walaupun ada beberapa
yang berubah. Disini orang-orangnya tak seperti di kampungku, yang simpati,
ramah, murah senyum, menghargai hak dan kewajiban orang lain, dan segala hal
yang jauh berbeda setelah ku tinggal di kota.
Jujur,
aku tak betah jika terus berada disini, tapi ku tak bisa mengatakannya pada
orang tuaku, karena pasti mereka akan bersedih jika mendengarnya. Disini, aku
merasa tak dihargai, karena rata-rata sikap mereka yang individualistis. Aku
tahu, bahwa kita tak boleh mengeluh atas apa yang kita miliki, tapi jika ini
membuat hatiku resah, apa boleh buat ya Allah??
aku merasakan bahwa mereka memanfaatkan sifatku ini. Mungkin jika satu atau dua kali, aku masih bisa memaafkannya, tetapi jika berkali-kali apakah aku tak ada kesempatan protes ya Allah?? mungkin aku tak pernah menunjukkan kemarahanku,selalu mengalah dan selalu menurut atas yang mereka perintahkan. Itu semata-mata karena aku menghargai mereka sebagai teman, tetapi jika hal ini terus menerus dilakukan, ku tak sanggup ya Allah, sungguh ku tak sanggup. Apakah harus ku mengubah sifatku ini menjadi seperti orang lain agar mereka mau menghargai aku dan tak memandang sebelah mata terhadapku, ya Allah??
ya Allah, tolong Engkau tunjukkan bagaimana aku harus bertindak. Aku akan selalu meminta perlindunganMu ya Allah. Amin yaa Robbal Al-Amin..
aku merasakan bahwa mereka memanfaatkan sifatku ini. Mungkin jika satu atau dua kali, aku masih bisa memaafkannya, tetapi jika berkali-kali apakah aku tak ada kesempatan protes ya Allah?? mungkin aku tak pernah menunjukkan kemarahanku,selalu mengalah dan selalu menurut atas yang mereka perintahkan. Itu semata-mata karena aku menghargai mereka sebagai teman, tetapi jika hal ini terus menerus dilakukan, ku tak sanggup ya Allah, sungguh ku tak sanggup. Apakah harus ku mengubah sifatku ini menjadi seperti orang lain agar mereka mau menghargai aku dan tak memandang sebelah mata terhadapku, ya Allah??
ya Allah, tolong Engkau tunjukkan bagaimana aku harus bertindak. Aku akan selalu meminta perlindunganMu ya Allah. Amin yaa Robbal Al-Amin..