Selasa, 12 Juli 2011

artikel dihapusnya stratifikasi pendidikan

TRANSPARANSI PENDIDIKAN : tidak adanya stratifikasi dalam pendidikan

LATAR BELAKANG
Pendidikan saat ini mengalami kepesatan baik dilihat dari segi pengembangan sumber daya manusianya maupun sarana dan prasarananya. Pendidikan merupakan suatu usaha untuk memanusiakan manusia tetapi terkadang pendidikan dijadikan sebagai aset untuk masa depan. Jika kita telusuri lebih dalam, pendidikan di Indonesia tidak seutuhnya menjadikan anak-anak untuk masuk ke dalam proses belajar tersebut. Memang benar, pemerintah mencanangkan ” Wajib Belajar 9 tahun” untuk semua rakyat Indonesia tanpa terkecuali dan pemerintah pun mengeluarkan dana BOS untuk anak-anak yang tidak mampu untuk sekolah. Meskipun di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 amandemen keempat mengamanatkan anggaran pendidikan sebesar 20% dari APBN dan APBD untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional—sudah terealisasi—namun tidak serta merta membuat pendidikan di negeri ini menjadi terjangkau.[1] Realitanya perencanaan itu tidak berjalan lancar sepenuhnya, yang terlihat disini hanya sebagian kecil hasil dari rencana tersebut. Masih banyak anak-anak di luar sana yang dipekerjakan oleh orang dewasa. Mereka lebih mengutamakan mencari uang dari pada mencari ilmu. Terkadang mereka berfikir untuk apa sekolah, jikalau di sekolah tidak ada yang mempedulikan dan tersingkirkan dari suatu kelompok belajar.
Hakikat pendidikan ialah mengusahakan suatu lingkungan yang memungkinkan perkembangan bakat, minat, dan kemampuan anak secara optimal.[2] Pada kenyataannya, setiap anak memiliki bakat dan minat yang berbeda- beda dan untuk mengoptimalkan pendidikannya, kurikulumnya pun harus yang sesuai dengan bakat dan minat anak tersebut. Sebelum kita membicarakan tentang kurikulum, kita lihat tempat yang nyaman untuk proses pendidikan, yaitu sekolah. Dan yang lebih tepatnya lagi sekolah yang ideal. Apakah yang dimaksud dengan sekolah yang ideal? Apakah dengan sekolah yang ideal, anak dapat belajar dengan nyaman? Dan apakah semua anak dapat kesempatan bersekolah di sekolah yang ideal?
Sekolah yang baik adalah sekolah yang mampu menggali, mengembangkan dan mengoptimalkan seluruh potensi anak.[3] Pada setiap perkembangan, anak diharapkan dapat melakukan tugas-tugas tertentu yang sesuai dengan tahap perkembangannya. Karena jika anak dapat melakukan tugas sesuai perkembangannya, membantu pendidik memberikan pembinaan yang berhasil guna untuk anak tersebut. Tetapi, arah yang hendak dicapai dalam pendidikan adalah adanya proses pendidikan yang penyediaan dan fasilitas sekolahnya untuk semua anak termasuk anak yang terpinggirkan dari suatu kelompok masyarakat.






Pembahasan
A.  LANDASAN BERFIKIR SEKOLAH IDEAL
a.    Gambaran Sekolah Ideal
Sekolah yang ideal berarti sekolah yang diharapkan, sesuai dengan cita-cita dan yang di angankan bagi setiap orang. Idealisme sekolah lebih mengenai bagaimana kekonsistenan suatu sekolah untuk berusaha hidup menurut cita-cita, menurut patokan yang dianggap sempurna.[4] Sedangkan sekolah yang ideal tidak dapat diartikan sebagai sekolah yang memiliki tenaga pendidik yang berkompeten yang dilengkapi dengan fasilitas sarana dan prasarana yang bagus sehingga tidak ada kendala bagi pendidik maupun peserta didik tetapi tidak adanya pencapaian cita-cita yang nyata dari sekolah tersebut. Karena itu idealisme sekolah sangat diperlukan untuk menjadikan sekolah yang berkonsisten atas cita-cita yang menjadi capaian tujuan sekolah tersebut. Kesimpulannya, untuk mewujudkan sekolah yang ideal harus ada usaha SDM yang terlibat dalam institusi sekolah dengan mengoptimalkan potensi-potensi yang ada.
Di dalam pasal 50 UU No.20 Tahun 2003, yang berbunyi: “Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf international.” Hal yang termaktub di dalam pasal 50 UU No.20 ternyata berdampak terjadinya pengotak-atikan sekolah yang berakibat sekolah pun terbagi menjadi sejumlah strata, yaitu : SBI, RSBI, SSN dan sekolah reguler. Apakah ini tujuan pemerintah yang sebenarnya untuk pendidikan di Indonesia? Hal ini sangat tidak membantu pada anak-anak yang kurang mampu, karena untuk memasuki sekolah tersebut harus mengorek uang yang tidak sedikit. Bagaimana mungkin, untuk makan pun mereka serba berkecukupan. Hal yang sangat mustahil bagi mereka untuk bersekolah di sekolah bertaraf nasional maupun internasional. Dan inilah salah satu faktor yang dapat mencekik rakyat Indonesia.
b.    Ide Mendasar tentang Sekolah Ideal
Pendidikan merupakan spesialisasi tersendiri yang asalnya dari pendidikan keluarga ke pendidikan sekolah, oleh sebab itu perlu dipersiapkan sarana prasarana yang memadai dan menunjang demi tercapainya output seperti yang diharapkan.[5] Di dalam keluarga, orang tualah yang harus menyadari pentingnya sekolah untuk anak-anak dalam mendidik secara profesional dan ikut berpatisipasi dalam peningkatan sekolah tersebut. Tetapi, tidak hanya anak-anak dari keluarga yang mampu yang dapat mengikuti pendidikan di sekolah. Anak-anak dari keluarga yang kurang mampu pun seharusnya memiliki hak karena sudah tercantum dalam UUD 1945 pasal 31 bahwa “setiap warga negara berhak mendapat pendidikan” dan “setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”. Dari situlah sudah dapat memahami bahwa pemerintah wajib membiayai anak-anak yang kurang mampu untuk mendapat pendidikan. Apakah pemerintah sudah menjalankan kewajiban tersebut? Ternyata tidak, masih banyak anak-anak jalanan yang seharusnya mereka berada di sekolah, tetapi mereka malah mengamen, menjadi kenek angkot, atau meminta-minta di jalan.
Pada tahun ini, sudah lebih dari 1,7juta anak yang tidak bersekolah atau dapat disebut anak jalanan. Jangankan di kota besar, mereka pun dapat ditemukan sedang mencari uang di kota kecil. Sungguh miris sekali melihat mereka mencari nafkah di waktu kecil, padahal mereka juga ingin seperti anak-anak lain yang dapat bermain dan bersekolah. Tetapi apa daya, mereka tidak memiliki apa yang dimiliki anak-anak dari keluarga yang mampu.
Manusia memiliki budi dan akal untuk berfikir dan menentukan mana yang baik dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukannya. Ia lebih bebas untuk melakukan apa yang telah dipilihnya, tetapi memiliki pertanggungjawaban yang besar. Tidak seperti hewan yang melakukan pilihannya hanya memakai insting, bukan akal. Sebagai orang tua atau guru, harus mendidik mereka agar ia lebih dapat menyesuaikan diri dan sesuai di masyarakat yang ia tempati. Anak atau bayi tidak dapat berbicara dengan benar jika orang tua tidak mengajarinya. Seorang anak tidak dapat mengidentifikasi sikapnya dengan baik jika tidak diajari oleh orang tua dan guru. Begitu pula untuk menyesuaikan dirinya terhadap masyarakat, anak membutuhkan pertolngandari orang dewasa, terutama orang tuanya. Tanpa pimpinan, anak akan tumbuh ke arah pemuasan dorongan nafsunya, yang sudah tentu banyak pertentangan dengan apa yang berlaku dan dikehendaki oleh masyarakat.[6] Dan seharusnya seorang anak harus bersekolah di sekolah ideal, bukan hanya sarana dan prasarana saja yang ideal, tetapi juga cita-cita yang nyata. Oleh karena itu betapa pentingnya pendidikan itu bagi anak-anak.
B.   PRAKTEK SEKOLAH IDEAL
a.    kurikulum
Sekolah yang ideal harus memiliki kurikulum yang ideal pula. Kurikulum adalah sebuah dokumen perencanaan yang berisi tentang tujuan yang harus dicapai,isi materi dan pengalaman belajar yang harus dilakukan siswa,strategi dan cara yang dikembangkan.[7] Oleh karena itu, kurikulum berpengaruh sekali kepada maju mundurnya pendidikan. Kurikulum itu tidak statis, tetapi dinamis dan senantiasa dipengaruhi oleh perubahan-perubahan dalam faktor yang mendasarinya. Dengan pengembangan kurikulum yang berdiferensiasi dan cara belajar mengajar siswa memungkinkan siswa mengembangkan bakatnya masing-masing, maka keberbakatan pun akan muncul dengan sendirinya. Dan mengenai siswa yang berbakat, diharapkan tidak hanya mampu untuk menerapkan, tetapi juga mampu mengembangkan keterampilan dari bakat tersebut sehingga berguna untuk meningkatkan taraf hidup seluruh rakyat.
Kurikulum secara umum mencakup semua pengalaman siswa yang diperoleh dari rumah, sekolah, dan di dalam masyarakat yang dapat membantunya mengembangkan seluruh potensi-potensi yang ada.
Apabila kita memiliki pembaharuan dalam pendidikan, maka kita harus memperbaharui kurikulum yang sudah dirumuskan. Kita tidak bisa mengadakan pembaharuan tanpa adanya perubahan kurikulum.
b.    Pendidik (Guru)
Guru harus dapat menciptakan suasana kelas yang nyaman dan bebas bagi siswanya agar siswa dapat mengembangkan kreativitasnya, namun tetap pada tuntutan standar kompetisi yang tinggi.
-       Seorang guru harus memahami dirinya sendiri, karena seorang siswa tidak hanya dipengaruhi apa yang di dilakukan oleh guru, tapi bagaimana guru melakukannya.
-       Di samping itu, seorang guru pun harus memiliki pengertian tentang keberbakatan.
-       Setelah guru mengidentifikasi anak berbakat, guru hendaknya mengusahakan suatu lingkungan belajar sesuai perkembangan yang unggul dari kemampuan anak.
-       Guru yang ideal lebih banyak memberikan tantangan dari pada tekanan.
-       Guru yang ideal tidak hanya memperhatikan hasil belajar siswa, tetapi lebih ke proses belajar siswa tersebut, dan
-       Guru yang ideal lebih memberikan beberapa alternatif strategi belajar.
Memberikan perlakuan pendidikan yang sama rata kepada orang-orang yang tidak berkemampuan sama tidaklah mencerminkan kesamaan kesempatan pendidikan.[8]
Maksudnya seorang pendidik tidak boleh memberi perlakuan yang sama kepada anak didik yang berkemampuan berbeda antara satu dengan yang lain karena setiap orang memiliki IQ yang berbeda.
c.    Peserta Didik (siswa)
Keras hati adalah sifat anak yang terkadang menyulitkan bagi orang tua maupun pendidik yang lain. Karena anak yang keras hati berbuat menurut kemauannya sendiri, tetapi bertentangan dengan tindakan orang lain. Ia sangat berpegang teguh pada tujuannya sendiri dan enggan melepaskannya untuk tujuan yang lain. Sikapnya yang seperti itu pasti ada sebabnya, contohnya karena pembawaan anak atau karena kesalahan dalam pendidikannya. Usaha kita untuk mengatasinya adalah sebagai orang tua dan pendidik harus tegas kepada anak. Perintah dan larangan hendaklah diberikan, tetapi secara lemah lembut dan dapat membesarkan hati anak, jangan sekali-kali dengan keras dan kasar. Jangan biasa dimanjakan, dan mulailah bertindak yang konsekuen, agar anak tahu apa yang harus menjadi pegangannya.
Seorang anak perlu dididik agar menjadi anak yang memiliki sikap dan perilaku yang sesuai dengan yang diinginkan. Tetapi pendidikan anak  itu tidak sendirinya dapay tercapai jika tidak ada pendidik yang mengajarinya.

d.    Proses Pembelajaran Sekolah Ideal
Setiap anak pasti memiliki kelebihan dan kekurangan dalam hal keterampilan. Tetapi disini yang dimaksud siswa yang ideal adalah anak yang dalam perkembangannya dapat mempelajari keterampilan-keterampilan tertentu, baik yang kurikuker maupun ekstrakurikuler. Selain itu, anak mulai mengagumi baik dari sejarah maupun dari cerita fiksi, dari dunia film atau olahraga dan ia membentuk konsep “diri ideal” –nya, pribadi macam apa yang ia cita-citakan bagi dirinya.[9] Proses ini dinamakan perkembangan kepribadian anak dalam masa usia sekolah. Tetapi hal-hal yang sangat menentukan kepribadiannya adalah sejauh mana ia mendapatkan kasih sayang dari keluarga, sejauh mana ia dapat diterima di lingkungan masyarakat, sejauh mana ia dapat melakukan tugas-tugasnya dengan baik dan bagaimana prestasinya di sekolah. Ini berlaku pada semua anak tanpa terkecuali, tidak dibedakan antara si kaya dan si miskin, tidak memandang status, semua anak pasti mengalami perkembangan kepribadian seperti yang telah dijelaskan tadi.
Memang benar, adanya perbedaan antara yang mampu dan yang kurang mampu, seperti dalam hal berpakaian. Tetapi, hal ini tidak berpengaruh pada bakat dan kelebihan yang dimiliki masing-masing. Contohnya seperti, si A dapat memahami pelajaran matematika daripada si B, karena si A sering menghitung uang yang ia hasilkan dalam sehari itu. Sedangkan si B dapat mengatur tingkah lakunya jika di hadapan orang yang lebih tua daripada si A, karena ia sudah mendapat didikan tersebut dari orang tuanya. Dari sini kita sudah dapat menyimpulkan bahwa setiap anak memiliki kelebihan yang berbeda.
Dalam Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No.0267/U/1974 tentang pemberian beasiswa dalam rangka program pembinaan bakat dan prestasi, yang isinya yaitu :
“Pemerintah dalam hal ini Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, memberikan beasiswa kepada siswa dan mahasiswa yang berbakat istimewa dan berprestasi tinggi, tetapi karena kelemahan ekonominya dikhawatirkan tidak dapat melanjutkan dan menyelesaikan pelajarannya.” Dan ditinjau dari segi pembentukan pemenuhan pendidikan, anak-anak yang memiliki bakat termasuk anak yang paling kurang diperhatikan.
e.    Evaluasi pembelajaran Sekolah Ideal
Evaluasi program pendidikan anak berbakat termasuk salah satu komponen utama dalam penyelenggaraan program untuk mengetahui sejauh mana program tersebut berdaya guna dan berhasil guna.[10] Untuk itu, evaluasi haruslah berjalan secara sistematis dan teratur karena bukan hanya untuk terhadap anak yang berbakatnya sendiri, tetapi juga untuk program yang dikembangkan. Adapun siapa yang layak memberikan evaluasi baik terhadap anak maupun terhadap programnya tyaitu semua orang ya terlibat dalam program anak yang meliputi :
-       Evaluasi oleh kepala sekolah dan guru
-       Evaluasi oleh orang tua
-       Evaluasi oleh dirinya sendiri
Selain itu dapat dilakukan evaluasi oleh teman sebaya dan para ahli lainnya.
           



Kesimpulan :
Stratifikasi sosial. Konsep stratifikasi sosial adalah adanya suatu penggolongan suatu masyarakat berdasarkan status yang dimilki oleh individu atau kelompok masyarakat tersebut. Suatu kelompok ini akan adanya pembedaan antara individu kelas ekonomi menengah ke atas dan individu kelas ekonomi bawah. Begitu pula di dalam pendidikan, contohnya seorang anak yang dari kelas ekonomi atas merasa dirinya lebih tinggi daripada anak yang dari kelas ekonomi bawah. Akibatnya, anak tersebut merasa minder dan malas untuk bersekolah. Padahal otaknya pandai dan cerdas.
Contoh tersebut dapat kita amati bahwa jika dalam suatu pendidikan terdapat stratifikasi atau adanya suatu golongan, maka akan berakibat ketidakseimbangan dan ketidakadilan terhadap kelas ekonomi ke bawah.
Pendidikan merupakan hak setiap warga negara yang difasilitasi oleh pemerintah negara. Sudah sepantasnya negara menjamin hak-hak warga negaranya, terutama dalam pendidikan. Memang benar, pasti sulit untuk mewujudkannya, namun perlu adanya kemauan dan komitmen yang kuat untuk memanifestokannya. Penyeragaman pendidikan dengan menghapus sistem stratifikasi sekolah menjadi beberapa jenis di atas harus dilakukan jika ingin rakyat miskin tidak terdiskriminasi.[11]


DAFTAR PUSTAKA
Sufanti, Main, Dra., M.Hum., Strategi Pengajaran Bahasa Dan Sastra Indonesia. Yuma Pustaka, Surakarta:2010
Munandar, Utami, S.C., Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah. PT Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta:1992
Imron, Ali, Drs., M.Pd., Kebijakan Pendidikan di Indonesia. Bumi Aksara, Jakarta:2002
Purwanto, Ngalim, Drs. M., MP., Ilmu Pendidikan, Teoritis dan Praktis. PT Remaja Rosdakarya, Bandung:1991
Smith, Mark. K, dkk., Teori Pembelajaran dan Pengajaran. Mirza Media Pustaka, Jogjakarta:2009
Sumber lain :



[2] S.C. Utami Munandar.  Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah. Jakarta : 1992 . hlm xiv

[6] DRS.M. Ngalim Purwanto, MP. Ilmu Pendidikan, Teoritis dan Praktis, Jakarta:1991 Hlm 11
[8] S.C. Utami Munandar.  Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah. Jakarta : 1992 . hlm 26
[9] S.C. Utami Munandar.  Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah. Jakarta : 1992 . hlm 12

[10] S.C. Utami Munandar.  Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah. Jakarta : 1992 . hlm 170


Tidak ada komentar:

Posting Komentar